Maka sesungguhnya banyak nya kebanggaan kita pada sesuatu karena Allah menyembunyikan kekurangan, kelemahan dan aib diri kita.
“Ingatlah selalu bahwa tertutupnya aib kita adalah sebuah nikmat Allah yang jarang kita syukuri karena jiwa kita tertutup kesombongan dan keakuan yang tersembunyi.”
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘ala aali Sayyidina Muhammad.
Sahabatku, para arif pendahuluku telah mengatakan : “Kalau bukan karena Allah menutup aib kita maka kesalahan kita pasti lebih banyak daripada amal soleh kita ini.”
Allah SWT juga telah berfirman (QS. An-Nuur: 21):
وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ ٱللّٰهَ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ ۗ وَٱللّٰهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
walau lā faḍlullāhi ‘alaikum wa raḥmatuhụ mā zakā mingkum min aḥadin abadaw wa lākinnallāha yuzakkī may yasyā`, wallāhu samī’un ‘alīm
“… Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Saudaraku terkasih, jika saat ini kita tampak hebat dan baik dimata orang, itu hanya karena Allah taala menutupi aib dan keburukan kita. Jika tidak, maka habislah kita. Terpuruk, seterpuruk-terpuruknya. Malu, semalu-malunya. Hina, sehina-hinanya. Seperti tak ada lagi tempat tersedia untuk menerima kita.
Ketika kita melihat aib orang lain maka sesungguhnya Allah justru sedang menegur diri kita agar segera mengintrospeksi diri kita sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : ”Jika Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, maka Ia akan memperlihatkan aib orang tersebut kepada dirinya sendiri”.
Ada beberapa cara untuk mengetahui aib diri. Cara yang paling tinggi adalah duduk di hadapan seorang Syekh dan melaksanakan apa yang diperintahkannya. Dengan begitu, sesekali ia akan menyingkap aib dirinya sendiri, dan sesekali sang Syekh yang menyingkap aib itu, lalu memberitahukan kepadanya. Inilah cara terbaik dan menduduki posisi tertinggi untuk mengetahui aib diri, namun cara ini sangat sulit dijumpai pada masa sekarang ini.
Cara lain adalah meminta tolong orang yang berilmu, shaleh dan mengetahui rahasia-rahasia masalah ini untuk menemaninya dan menjadikannya sebagai pengawas untuk memperhatikan kondisi dirinya dan memberikan peringatan atas kejelekan-kejelekan yang ada pada dirinya. Cara ini banyak diamalkan oleh tokoh-tokoh besar Islam. Umar ra berkata, ”Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan aib-aib diriku kepadaku”.
Beliau juga pernah bertanya kepada Salman tentang aib dirinya saat Salman datang menghadapnya. Saat itu Umar bertanya, “Apa yang engkau dengar dari orang-orang tentang diriku yang tidak engkau sukai, supaya aku dapat memperbaikinya?” Salman menolak, tetapi Umar mendesak. Akhirnya Salman berkata, “Aku mendengar engkau mengumpulkan dua macam kuah di atas meja makan dan engkau memakai satu pakaian di waktu malam dan satu lagi di waktu siang.” Umar bertanya, “Apakah engkau mendengar selain itu?” Salman menjawab, “Tidak.” Umar berkata, “Kedua hal ini telah cukup bagiku (untuk memperbaiki diri).”
Umar juga pernah bertanya kepada Huzaifah, orang yang menyimpan rahasia-rahasia Rasulullah saw tentang orang-orang munafik, “Apakah engkau melihat sesuatu pada diriku dari tanda-tanda orang munafik?”
Inilah Umar bin Khattab ra, meskipun memiliki posisi yang agung dan kedudukan yang tinggi, namun beliau sangat memperhatikan aib dirinya sendiri.
Jika engkau tidak menjumpai orang shaleh sebagai pengawas, maka dengarkanlah ucapan-ucapan orang yang dengki. Jangan acuhkan dirinya, biarkan ia mencari-cari keburukan dirimu dan ambillah manfaat darinya. Jangan salahkan dia, salahkan dirimu atas segala macam aib yang dinisbahkannya kepadamu. Jangan marah saat ada orang yang memberitahukan kejelekan-kejelekanmu.
Aib laksana ular dan kalajengking berbisa yang menyengatmu di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang memperingatkanmu bahwa ular di bajumu dan akan menyengatmu, maka terimalah peringatan itu sebagai karunia. Namun jika engkau marah, maka itu menandakan kelemahan imanmu kepada hari akhirat. Sebaliknya jika engkau memanfaatkannya (untuk memperbaiki diri), maka itu menandakan kekuatan imanmu.
Ketahuilah bahwa pandangan kebencian dapat melahirkan keburukan. Kekuatan iman dapat memberimu manfaat berupa engkau dapat memanfaatkan celaan orang yang dengki dan penghinaannya kepadamu untuk memberbaiki diri.
Rasulullah saw. mengajarkan kita berdoa agar Allah Swt tidak mempermalukan kita di hadapan orang banyak dengan membuka aib kita. Dalam Sahih Ibn Hibban, doa ini diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar yang mendengar bahwa Rasulullah saw. selalu membaca doa ini pagi dan sore.
اللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ، وَدُنْيَايَ، وَأَهْلِيْ، وَمَالِيْ، اللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي، اللّٰهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِيْنِيْ، وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ.(صحيح ابن حبان)
Allaahumma innii as’alukal ‘aafiyah fid-dunya wal-aakhirah, allaahumma innii as’alukal ‘afwa wal-‘aafiyah fi diinii wa dunyaaya wa ahli wa maalii. Allaahummastur ‘auraatii wa aamin rau‘aatii. Allaahummahfazhnii min baini yadayya wa min khalfii wa ‘an yamiinii wa ‘an syimaalii wa min fawqii. Wa a‘uudzu bi ‘adzhamatika an ughtala min tahtii. (HR Ibnu Hibban)
“Ya Allah, aku memohon keselamatan dunia dan akhirat pada-Mu. Aku memohon ampunan dan keselamatan agama, dunia, keluarga, dan hartaku. Tutupilah segala kekuaranganku, tenangkanlah hatiku, jagalah depan, belakang, kanan, kiri, dan atasku. Aku berlindung pada-Mu dari musibah yang tak terduga”.
Oleh: H. Derajat
Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita