Mengapa bayi harus diimunisasi? Vaksinasi menjadi salah satu langkah paling efektif dalam membangun kekebalan tubuh. “Terutama dalam mencegah penyebaran penyakit menular secara luas,” kata pakar dan peneliti vaksin dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Amin Soebandrio.
Dalam pelatihan yang membahas “Penguatan Kesadaran Publik tentang imunisasi” di Hotel Erian, Jakarta Pusat, pada Jumat, 13 Juni 2025, dia menjelaskan saat seseorang terinfeksi suatu virus, tubuh secara alami akan membentuk antibodi sebagai respons perlindungan. Jika terjadi paparan ulang, tubuh akan bereaksi lebih cepat karena sudah mengenal virus tersebut.
“Proteksi yang muncul secara alami itu bisa kuat, tapi kita tidak pernah tahu seberapa parah gejala saat paparan pertama,” ungkapnya. Oleh sebab itu, vaksinasi berperan sebagai simulasi infeksi pertama yang lebih aman. Dengan kata lain, respon pertama yang tidak bisa diprediksi itu, akhirnya dibuat secara artifisial melalui vaksin. “Ini bertujuan agar tubuh sudah siap saat terpapar virus sesungguhnya.”
Prof Amin menegaskan, imunisasi pada bayi bertujuan membangun proteksi individu sejak dini, sehingga terhindar dari infeksi berat. Namun, ia mengingatkan bahwa perlindungan individu saja tidak cukup jika lingkungan sekitar juga tidak memiliki kekebalan.
Misalnya, dalam suatu populasi (kelompok) ada satu yang sakit dan lainnya tidak punya kekebalan, maka virus akan mudah menyebar. Orang yang terinfeksi belum tentu langsung sakit. “Tapi dia jadi pembawa virus dan menularkannya ke keluarga di rumah, atau ke orang di sekitarnya,” ujar Prof. Amin.
Sebagai contoh, ia menyebutkan penyakit cacar yang memiliki indeks penularan tinggi. “Satu orang bisa menularkan ke 10 orang. Bayangkan jika itu terjadi tiap dua hari. Ini yang harus kita potong rantainya,” katanya.
Prof. Amin mengungkapkan, kekebalan kelompok hanya bisa dicapai jika sebagian besar populasi memiliki imunitas. Cara mencapainya bisa melalui infeksi alami, pemberian ASI, dan vaksinasi/imunisasi.
Namun, pendekatan kekebalan alami dinilai tidak efektif karena tingginya risiko. Dalam kasus ini, kata dia, beberapa negara sempat mencoba cara membiarkan orang terpapar penyakit untuk membentuk imunitas alami. “Tapi faktanya, korban jiwa terlalu banyak. Risiko seperti ini tidak sebanding,” ujarnya.
Untuk itu, vaksinasi menjadi solusi yang lebih aman dan terkontrol. Ia juga menyoroti tiga tantangan dalam pelaksanaan vaksinasi, yakni Sediaan atau asal atau sumber vaksin itu; lalu ketersediaan, merupakan jenis vaksin yang tersedia dan; Kesediaan, atau kemauan orang untuk divaksin.
“Kesediaan ini yang paling penting. Harus ada advokasi yang kuat ke masyarakat agar penolakan terhadap vaksin bisa ditekan,” sebut anggota Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia (IKAGI).
Dia juga mengingatkan agar kita tidak hidup terlalu steril. Sebab manusia sudah mempunyai proteksi alami pada setiap bagian anggota tubuh. “Kita juga jangan kelewat bersih, tubuh perlu belajar membentuk kekebalan. Tapi itu bukan berarti abai terhadap perlindungan dasar seperti vaksinasi,” ujarnya.***